Rabu, 14 November 2018

Bapak World Wide Laman Ingin Selamatkan Internet

Tim Berners-Lee yang diketahui sebagai pencipta World Wide Laman (WWW) baru saja meluncurkan kampanye global untuk menyelamatkan dunia online dari penyalahgunaan. 


Saat mengobrol di pembukaan Laman Summit di Lisbon, Portugal, Berners-Lee menyerukan pemerintah, perusahaan teknologi dan pengguna dunia online untuk menandatangani 'Contract for the Laman' yang bertujuan untuk melindungi hak dan kebebasan orang-orang di dunia online. 

Berdasarkan Berners-Lee, ketika ini dunia online mempunyai banyak keadaan sulit yang membuatnya menjadi daerah yang tidak nyaman. 

"Dalam 15 tahun pertama, banyak yang memperkirakan situs untuk melaksanakan banyak hal hebat," kata Berners-Lee seperti dikutip detikINET dari The Telegraph, Jumat (9/11/2018).

"Apa yang salah? Semua macam hal telah menjadi salah. Kita mempunyai informasi palsu, kita mempunyai keadaan sulit dengan privasi, kita mempunyai keadaan sulit dengan penyalahgunaan data pribadi, orang-orang diprofilkan sehingga dapat dimanipulasi oleh iklan," sambungnya. 

Dalam kontrak ini, pemerintah mesti memutuskan bahwa semua rakyatnya mesti terhubung dengan dunia online dan privasi mereka mesti dihormati agar mereka dapat online secara bebas dan aman. 

Sedangkan perusahaan teknologi dituntut untuk membikin dunia online lebih relatif murah dan dapat diakses semua orang, menghormati privasi dan data pribadi pengguna serta mengoptimalkan teknologi yang memutuskan situs sebagai daerah yang aman untuk penggunanya. 

Pengguna dunia online pun diminta untuk membikin konten yang relevan, membangun kelompok sosial yang menghormati tatanan sipil dan martabat manusia serta memperjuangkan situs yang terbuka bagi semua orang. 

Kontrak ini nantinya akan diterbitkan oleh World Wide situs Foundation pada bulan Mei 2019, ketika separuh dari populasi dunia telah terhubung dengan dunia online. Telah lebih dari 50 organisasi menandatangani kontrak ini, termasuk Facebook, Google, pemerintah Prancis, serta individu seperti pendiri Virgin Group, Richard Branson.

Miliuner Ini Ucap Media Sosial Adalah Kanker

Media sosial memang menjadi topik yang memecah publik. Banyak yang menganggap platform seperti Facebook dan Twitter justru membawa imbas yang negatif terhadap masyarakat.


Salah satunya yaitu miliuner Patrick Soon-Shiong. Dalam wawancaranya dengan CNBC, Soon-Shiong mengkritik bagaimana orang-orang mencari info via media sosial dan juga penyebaran info palsu di media sosial. Ia pun menyebut media sosial ibaratnya 'menyebarkan kanker di zaman ini'.

"Rentang perhatian pendek yang kita ciptakan di milenium ini sebetulnya sangat berbahaya. Ini yaitu konsekuensi yang tidak diharapkan dari media sosial," kata Soon-Shiong seperti dikutip detikINET, Jumat (28/9/2018).

Tak heran apabila Soon-Shiong membuat pernyataan seperti ini. Ia baru saja menjadi pemilik baru salah satu koran dengan sirkulasi terbesar di Amerika Serikat, Los Angeles Times. 

"Dan aku katakan ini yaitu kanker di zaman ini, dan media sosial yaitu bentuk dari metastasis info. Kita sepatutnya merubah paradigma hal yang demikian," ujarnya.

Soon-Shiong juga jelas-terangan mengkritik Facebook. Ia menyebut Facebook sebagai bisnis yang fokus terhadap iklan dan tidak bisa membedakan antara 'so-called fake news,' 'real news' dan 'opinion news.

Sebelumnya, mantan pegawai Google, Tristan Harris juga mengkritik media sosial yang bisa memicu penggunanya untuk kecanduan layar hp. 

Harris juga memperingatkan pengguna media sosial terhadap efek dari 'validasi sosial yang tidak alami' yang didapat dari 'likes' yang didapat pengguna di media sosial.

Pilpres 2019, Menkominfo Rapatkan Barisan dengan Google Cs

Pemerintah via Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sudah mengumpulkan para perusahaan teknologi, di mana mayoritas yaitu bergerak di layanan media sosial, untuk salah satunya mengantisipasi peredaran hoax di internet dikala Pilpres 2019.


Perusahaan teknologi yang dimaksud, antara lain Facebook, Instagram, Twitter, YouTube, sampai mesin pencari internet, Google. Mereka dikumpulkan untuk untuk berkoordinasi dengan pemerintah.

"Minggu lalu sudah pernah rapat dengan teman-teman platform lainnya untuk mendiskusikan iklan politik ini," ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara di Jakarta.

"Tapi yang pasti Google sudah ketemu aku dan mengucapkan mereka tak akan mendapatkan iklan politik, karena mereka tak ingin jadi bagian dari pengerjaan politik yang sedang terjadi," lanjut Menkominfo.

Untuk yang lain, kata Rudiantara menambahkan, ada yang diawasi oleh Bawaslu berdasarkan undang-undang KPU.

Sementara itu, sebagaimana diberi tahu Plt Kabiro Humas Kementerian Kominfo Ferdinandus Setu, platform lain yang mendapatkan iklan politik tak segera menyalahi undang-undang. Sebab, sampai dikala ini tak ada yang mengucapkan pelarangan iklan politik di media sosial.

"Bagi non-Google, seperti Facebook dan Twitter, yang mendapatkan iklan politik itu terjadi juga secara global. Tapi, mereka akan mencontoh undang-undang Pemilu, umpamanya dikala masa kampanye dan masa hening kampanye, mereka ikuti," tuturnya.

6 Juta Warga Tanpa e-KTP Terancam Tak Dapat Milih di Pilpres 2019

Data kependudukan lebih dari 6 juta warga yang belum melaksanakan perekaman KTP elektronik terancam diblokir. Artinya, 6 juta orang itu terancam tidak bisa memakai hak pilih di Pileg ataupun Pilpres 2019.


"Kalau diblokir kan berarti tidak punya KTP, sebab belum rekam. Berarti tidak bisa milih sebab belum merekam," ujar Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Zudan Bijak Fakrulloh, di kantor Kemendagri, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Sentra, Senin (17/9/2018).

Kecuali itu, terdapat imbas lain jikalau data warga diblokir. Zudan mengatakan di antaranya tidak bisa mengurus data diri dalam bank. Mereka juga terancam tidak bisa mengurus asuransi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

"Sebab jikalau datanya diblokir juga yang bersangkutan tidak bisa mengurus bank, BPJS, dan lainnya," kata Zudan. 

Zudan meminta warga aktif melaksanakan perekaman. Dia juga mengatakan pihaknya siap mendatangi warga yang memiliki kendala dalam perekaman.

"Jadi kita konsisten berkeinginan masyarakat berkeinginan proaktif untuk melaksanakan perekaman. Kalau ada kendala, hubungi kami, kami akan jemput bola. Seumpama ke kampus, ke RT, ke RW, ke dusun-dusun kita akan jemput bola," tuturnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 358 ayat 1 tentang pemilu sendiri ditunjukkan bahwa pemilih yang mempunyai hak mencontoh pemungutan bunyi yakni pemilih yang memiliki kartu pedoman penduduk elektronik. Berikut ini isinya.

Pasal 358

(1) Pemilih yang mempunyai hak mencontoh pemungutan bunyi mencakup:

a. pemilik kartu pedoman penduduk elektronik yang teregistrasi pada daftar pemilih konsisten di TPSLN yang bersangkutan

b. pemilik kartu pedoman penduduk elektronik yang teregistrasi pada daftar pemilih tambahan;

c. pemilik kartu pedoman penduduk elektronik yang tidak teregistrasi pada daftar pemilih konsisten dan daftar pemilih tambahan; dan

d. Penduduk yang sudah memiliki hak pilih.

Siap-siap! WhatsApp Android Kedatangan Fitur Baru

WhatsApp kembali menghadirkan fitur baru. Kali ini diperuntukan bagi pengguna Android.


Adanya fitur baru ini dikenal dari pembaruan versi beta aplikasi WhatsApp untuk Android. Fitur tersebut bernama Swipe to Reply.

Fitur ini cukup ditunggu absensinya. Pasalnya Swipe to Reply telah dirasakan oleh pengguna iOS. 

Dengan fitur ini pengguna cukup men-swipe pesan yang akan dibalas. Tentu ini akan menghemat waktu daripada menekan lama sebuah pesan, lalu memilih pilihan Reply untuk membalas.

Kecuali fitur tersebut, ada pula fitur Dark Mode. Berdasarkan kicauan akun WABetaInfo, WhatsApp tengah menuntaskan pengembangan fitur ini untuk pengguna Android dan iOS.

Sayangnya belum dikenal kapan pastinya dua fitur baru ini dapat dirasakan pengguna Android. Tapi mengingat fitur tersebut telah ada di versi beta, rasanya tidak lama lagi. Kita tunggu saja.

Google Assistant Makin Mahir Terka Lagu

Pernah memakai Google Assistant atau aplikasi Google untuk mengenali nyanyian yang sedang diperdengarkan? Nah, pengerjaan tersebut nantinya akan jadi lebih cepat dan akurat. 


Peningkatan kemampuan Google dalam menebak nyanyian ini dimungkinkan berkat adanya upgrade yang dijalankan Google pada artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan berbasis cloud miliknya.

Sound Search, demikian nama fungsi tersebut, mengalami upgrade jaringan neural empat kali lebih besar dari skala sebelumnya. Peningkatan kemampuannya juga didukung oleh pengambilan sampel nyanyian dua kali lebih banyak dibandingkan sebelumnya, sehingga Sound Search dapat menebak nyanyian lebih akurat.

Dikutip dari TechRadar, Senin (17/9/2018), Meskipun pengerjaan menebak nyanyian menjadi lebih kompleks, Sound Search dapat melakukannya dengan cepat berkat algoritma machine learning yang berprofesi lebih canggih.

Teknologi yang sama dipakai hand phone Pixel pada fitur Now Playing, ialah mengidentifikasi musik dan nyanyian secara otomatis pada lock screen, tidak perlu secara manual. Bedanya, database Sound Search lebih besar.

Google mengakui seandainya Sound Search masih belum sempurna, khususnya seandainya dipakai di kondisi yang terlalu berisik atau terlalu sepi. Raksasa internet ini terus memaksimalkan fungsi Sound Search di Google Assistant supaya kemampuannya terus meningkat dengan berprofesi lebih cepat dan akurat.

Google Tidak Ingin Terlibat Politik

Google baru saja mengeluarkan keputusan tak terduga. Raksasa pencarian internet itu mempertimbangkan untuk tak mendapatkan iklan politik di layanan Adsense.


Fokusnya hal yang demikian dibongkar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara. Berita itu didapatnya ketika bertemu President Google Asia Pacific Karim Temsamani di World Economic Forum on ASEAN yang berlangsung di Hanoi, Vietnam.

Dipaparkannya lebih lanjut, ada beberapa hal yang dibahas ketika pertemuannya dengan Karim. Mulanya, mereka mendiskusikan pendidikan untuk meningkatkan sumber tenaga manusia. 

Kemudian, keduanya lanjut membahas hal lain yang tak kalah penting. Google menyebutkan, pihaknya telah mempertimbangkan untuk tak mendapatkan iklan politik.

Keputusan ini memang cukup mengagetkan. Pasalnya, sejumlah negara memasuki tahun politik, salah satunya Indonesia pada 2019.

"Ini yakni kebijakan dari Google yang diambil untuk tak masuk ranah politik. Aku apresiasi apa yang akan dilaksanakan Google," kata Rudiantara ketika dijumpai berakhir peluncuran peluncuran Go-Viet di Hanoi, Vietnam, Rabu (12/9/2018).

Atas keputusan Google ini, Menkominfo akan mendiskusikan hal yang sama dengan pemilik platform lain. Fokusnya ini dilaksanakan secepatnya sebab perusahaan yang bermarkas di Mountain View, California, Amerika Serikat itu akan lantas melakukan keputusan hal yang demikian.

" bagaimana meng-address fake news yang kemungkinan beredar iklan politik," tutup Rudiantara.